No Commitment, No Success
Rabu, 31 Mei 2017
Edit
komitmen yakni suatu pengambilan keputusan yang kita lakukan alasannya mempercayai seseorang atau suatu institusi tertentu, sehingga dengan rela hati kita mengakibatkan tujuan bersama yang sudah disepakati sebagai prioritas dalam hidup kita.
Jadi, kalau saya sanggup menggarisbawahi ihwal komitmen, yang pertama, harus didasarkan pada sebuah pengambilan keputusan yang kita lakukan dengan kerelaan hati atau dengan kesadaran sepenuhnya - bukan alasannya paksaan maupun intimidasi. Yang kedua, harus didasarkan pada saling
mempercayai antara pihak-pihak yang berkaitan, dan harus ada tujuan bersama yang kita memutuskan sehingga kita sanggup mencicipi apa yang disebut sebagai "sense of accomplishment." Komitmen yakni suatu komitmen yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak berjanji untuk mengerjakan apa yang menjadi bagiannya dan menjadikannya prioritas utama. Dari hal ini sanggup disimpulkan bahwa loyalitas sebetulnya merupakan hasil dari komitmen. Sebuah komitmen akan sanggup terus bertahan jikalau ada iman di antara kedua belah pihak. Dalam level individual, sebelum seseorang menetapkan untuk menikahi kekasihnya, baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan harus saling mempercayai terlebih dahulu.
Ketika iman timbul dan mereka merasa nyaman dengan keberadaan satu sama lain, barulah komitmen sanggup terbentuk dalam wujud sebuah forum pernikahan. Jadi, jikalau dalam level eksklusif komitmen sanggup terus mengalami pertumbuhan (dan seiring dengan masing-masing pihak saling mempercayai satu sama lain loyalitas pun ikut bertumbuh), demikian pula halnya dengan perusahaan. Dalam sebuah perusahaan, kita sebagai karyawan akan sanggup memperlihatkan komitmen dikala kita merasa nyaman bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Perusahaan pun niscaya akan tetap meng-hire kita sebagai karyawan jikalau perusahaan merasa nyaman dengan keberadaan kita. Nah, apabila kita menghendaki semoga komitmen yang ada sanggup terus bertumbuh dan rasa saling percaya menjadi semakin kuat, masing-masing pihak harus terus menjaga integritasnya. Dari pihak kita sebagai karyawan, kita perlu menawarkan hasil kerja yang terbaik, alasannya di situlah integritas kita dipertaruhkan. Dari pihak perusahaan, perusahaan juga perlu menawarkan honor yang selayaknya dan (mungkin) beberapa dukungan tertentu yang akan sanggup dinikmati oleh karyawan. Selama masing-masing pihak mengerjakan apa yang menjadi bagiannya, integritas masing-masing pihak pun akan terus bertumbuh dan rasa saling percaya akan terus terbangun.
Selain itu, komunikasi juga menjadi hal yang sangat menentukan. Untuk membangun rasa percaya yang lebih tinggi sehingga komitmen menjadi semakin kuat, diharapkan jalur komunikasi yang anggun di antara pihak-pihak yang terlibat. Di satu sisi, pemimpin harus sanggup mengkomunikasikan apa yang menjadi tujuan atau target yang ingin dicapai oleh perusahaan dan apa langkah-langkah yang perlu diambil; di sisi yang lain, karyawan juga harus sanggup mengkomunikasikan kepada pemimpin hal-hal yang dirasa menghambat atau mengganjal, sehingga masing-masing pihak akan sanggup menjaga komitmennya dengan baik. Komitmen yakni sesuatu yang sangat penting, apalagi jikalau kita hidup dalam sebuah komunitas di mana komitmen menjadi sesuatu yang sangat esensial.
Dalam keluarga, tanpa adanya komitmen, pasangan suami isteri akan dengan gampang terlibat masalah perselingkuhan. Demikian pula dalam sebuah perusahaan, tanpa adanya komitmen akan tercipta banyak kekacauan yang sanggup terjadi dalam perusahaan yang bersangkutan. Jika kita melihat realita yang ada di masyarakat secara umum, kadang-kadang seseorang sulit memegang atau bertahan pada komitmennya alasannya mereka tidak menginginkan resiko dari komitmen itu. Ketika sepasang kekasih memasuki pernikahan, kadang-kadang mereka hanya membayangkan hal-hal yang baik dan impian-impian yang indah, tanpa melihat realita bahwa kadang-kadang kita juga akan menghadapi masalah, musibah, bencana, dan hal-hal negatif lainnya, dan ini yakni penggalan yang juga harus kita lewati dari sebuah komitmen.
Karena itu, bicara ihwal komitmen, kita harus mengingat bahwa untuk sanggup bertahan dalam sebuah komitmen, kita perlu mempunyai kerelaan untuk melewati hal-hal baik maupun buruk, yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bersama-sama. Komitmen tidak sanggup dijalankan secara sepihak, melainkan membutuhkan keterlibatan dari masing-masing pihak yang ada di dalamnya - walau tidak sanggup disangkali pemutusan komitmen biasanya dilakukan oleh salah satu pihak saja. Karenanya, jikalau kita ingin memastikan bahwa sebuah komitmen akan sanggup bertahan untuk jangka waktu panjang, kedua belah pihak harus mengerjakan apa yang menjadi kewajiban masing-masing.
Tidak jarang rasa jenuh dijadikan sebagai alasan untuk menetapkan komitmen. Padahal, jikalau kita mengorek lebih dalam apa yang menjadi alasan seseorang menjadi jenuh dan apa yang mengakibatkan seseorang menetapkan komitmen yang ia buat sendiri, persoalannya terletak pada pikiran orang yang bersangkutan (bersifat psikologis belaka). Mengapa seseorang menjadi jenuh? Secara psikologis penyebabnya yakni alasannya orang tersebut mulai merasa apa yang ia kerjakan mulai menjadi rutinitas, kurang ‘menantang', dan sebagainya.
Untuk menanggulangi kejenuhan bersama-sama kita sanggup melaksanakan hal-hal yang kreatif dalam pekerjaan, bekerja dengan cara-cara yang berbeda, mengubah tata letak meja kita (jika memungkinkan), mengubah tampilan pada layar komputer kita, dan sebagainya. Meskipun kecil dan sederhana, hal-hal tersebut sanggup menolong kita untuk tidak begitu saja menjadi jenuh